19 Oktober 2011

Lost in Translation

 Arrival Card (Thailand) - diambil dari sini



Kejadian ini terjadi sekitar dua jam setelah saya dilepas oleh keluarga dengan haru seolah saya hendak pergi haji. Haru karena si bungsu ini kok ya berani-beraninya berpetualang sendirian di negeri orang tanpa arah dan tujuan pasti. Lama lagi. Cewek lagi. Sendirian lagi.

Pesawat kebanggaan Malaysia yang saya tumpangi ini sudah lepas landas menuju kampung halamannya di LCCT, Kuala Lumpur. Dudukah saya di seat 8E, diapit oleh ibu-ibu TKW sebelah kiri dan bapak-bapak TKI di sebelah kanan. Sesudah dibagikan kartu imigrasi negara Malaysia oleh mbak-mbak yang cepolan rambutnya mirip dengan saya, seperti biasa saya mengisi semua data selengkap mungkin.


***Buat yang belum tau, setiap kali kita hendak melewati petugas imigrasi di bandara kita wajib mengisi kartu imigrasi yang namanya Departure Card dan Arrival Card. Isinya kurang lebih:
  • Nama Lengkap
  • Tempat & Tanggal Lahir
  • Nomor Paspor
  • Tempat Pengeluaran Paspor
  • Tanggal Berakhir Paspor
  • Nomor Pesawat
Untuk negara lain biasanya meminta tambahan info:
  • Nationality
  • Place of Recidency (kota tempat tinggal)
  • Alamat tinggal selama di negara itu
  • Tujuan 
Sesudah petugas imigrasi mengecek kesesuaian pengisian kartu, barulah paspor kita di stempel.


Ketika saya selesai mengisi, baru aja mau nutup pulpen, belum juga terdengar bunyi 'klik', tau-tau kartu saya direbut oleh ibu-ibu sebelah. Yaaah dia nyontek dengan paniknya! Kaya lima menit lagi jawaban ujian harus dikumpulin. Udah gitu sempat-sempatnya dia bilang kalo saya salah tulis. Dia bilang: 
"Place of Recidency-nya salah mbak, kok Yogyakarta, harusnya Kuala Lumpur"
"Loh rumah saya kan memang di Jogja bu"
"Tapi rumah saya di KL!"
"............"
**adek-adek, sekarang tau kan kenapa mencontek itu tidak baik?**


Belom hilang rasa kaget saya, tau-tau bapak-bapak di sebelah kanan nyolek-nyolek dengan muka khawatir, trus ah uh ah uh pake bahasa isyarat (rupanya dia ngomong pake Bahasa Melayu yg saya gak ngerti). Dia menunjuk kartu imigrasinya kemudian menunjuk paspornya, begitu berulang-ulang. Ya Allah, bapak ini ternyata buta huruf! Beliau minta saya mengisikan kartunya. Gila... kalau ada apa-apa di jalan atau imigrasi gimana??


Orang bilang saya berani, tapi, beranian mana sama bapak-bapak yang gak bisa baca-tulis tapi udah nyampe ke luar negeri? Dan survive.

1 komentar:

  1. Baru tahu ada istilah "aksen" dalam arsitektur :D

    I hope you have a GREAT adventure, teh anid.. :))

    Request donk, foto-fotonya ditambah :)

    BalasHapus