Lake Mahinapua, New Zealand |
Lelaki tua
dengan rambut putih dan jenggot panjang terurai itu memberikan satu keping
kunci kepada kami berenam yang menerima dengan bingung. Old Les namanya. Ia
mengelola hostel kecil di sebuah daerah yang bisa dibilang in the middle of nowhere antara Westport dan Franz Josef, New
Zealand. Dia meminta kami menjaga baik-baik satu-satunya akses keluar-masuk
kamar itu. Kalau di kota atau hostel lain biasanya setiap backpacker membayar
harga per kasur per malam dan menerima kunci masing-masing, kali ini tidak. Mau
tidak mau enam solo traveler yang terjebak di kamar yang sama harus selalu
pergi bersama-sama. Pilihan yang tidak terlalu sulit mengingat tidak ada yang
bisa dilakukan di Lake Mahinapua selain ke bar milik Old Les, pantai yang
berjarak 2km atau danau yang berjarak lebih dekat. Sisanya, hutan, ladang dan
jalan raya antar kota.
Aku, Nadine, Dan, Mike, Drew dan Jorrit sepakat untuk pergi ke danau. Bayangan untuk mandi-mandi di danau di tengah hutan sungguh menyegarkan pikiran. Di dermaga sudah ada beberapa anak lokal bermain-main sambil lompat dari jetty. Jorrit the Dutch boy dan Drew the Canadian guy langsung bersemangat mengikuti.
Detik-detik sebelum Jorrit teriak kedinginan :D |
'Fuuuuuuuuuuu*k.....' teriak Jorrit.
'It's so damn cold' lanjutnya. Terlambat bagi Drew, badannya sudah separuh melayang di udara ketika mimik mukanya berubah melihat reaksi Jorrit. Kami tertawa sambil mundur teratur menjauhi danau. Sinar matahari mencerahkan suasana dan menghangatkan suhu udara New Zealand yang mulai dingin di bulan Maret. Bermanja-manja aku dan Nadine di atas rumput melihat room mate kami malam ini asyik bermain bola.
'It's so damn cold' lanjutnya. Terlambat bagi Drew, badannya sudah separuh melayang di udara ketika mimik mukanya berubah melihat reaksi Jorrit. Kami tertawa sambil mundur teratur menjauhi danau. Sinar matahari mencerahkan suasana dan menghangatkan suhu udara New Zealand yang mulai dingin di bulan Maret. Bermanja-manja aku dan Nadine di atas rumput melihat room mate kami malam ini asyik bermain bola.
K-I-W-I (ki-ka: Drew, Nadine, Jorrit, aku, Mike, Dan) |
'Alright, it's time to head back to hostel. We need to get ready for St.Patrick's Day celebration tonight' kata Nadine mengingatkan.
Yes. Hari ini adalah tanggal 17 Maret yg merupakan perayaan St.Patrick's Day, santo suci orang Irlandia yang dirayakan secara internasional dimana semua orang wajib berpakaian serba hijau sesuai warna daun Shamrock. Nah kami kan backpacker, darimana pula kami bisa dapat baju serba hijau?
Dua jam sebelumnya, Bods, bus driver kami menurunkan kami semua di Greymouth untuk membeli 'something green' untuk pesta kostum di Old Les's bar. Satu setengah jam waktu yang ia berikan. Kalang kabutlah kami semua berpencar ke kota kecil itu. Ada yang masuk ke supermarket bahkan berburu di $2 store. Semakin murah semakin bagus karena semakin irit. Mike, Jorrit dan Olivia backpacker cantik dari Perancis membeli kertas minyak lebar berwarna hijau. Aku dan Nadine memilih kaos hijau yang sedang diobral seharga $4. Drew dan Dan si backpacker Inggris entah ide dari mana sepakat membeli kaus kaki bola berwarna hijau dan akan menggunakan kaos putih sebagai atasan. Teman-teman satu bus kami yang lain ada yang membeli rangkaian bunga hula-hula berwarna hijau, topi, dan barang-barang aneh lainnya. Sebagai aksesoris, aku dan Drew patungan membeli glow stick warna hijau yang bisa dipakai sebagai kalung atau hiasan kepala. Nadine tertarik dengan kacapamata supersize berbentuk bintang. Jorrit dengan ajaibnya membeli bola-bola kecil berwarna Orange yang di claim sebagai representasi dari Netherland, negaranya. Kamar kami yang sudah penuh dengan tiga ranjang tingkat dan backpack bergelimpangan disibukkan dengan kami yang sedang bersolek.
7pm.
Waktu
yang disepakati untuk berkumpul di bar yang malam itu hanya menjadi milik kami
sendiri. Setiap sisi dinding penuh dengan foto polaroid group Kiwi Experience dari
tahun ‘90an. Kemeriahan mulai terlihat dengan kemunculan satu per satu makhluk
nyentrik berkostum hijau. Berbeda dengan Mike dan Jorrit yang menggunakan
kertas minyak sebagai rok (??), Olivia dengan terampil mengolah kertasnya
sebagai dress terusan. Tiga backpacker
wanita dari Denmark menggunakan daun-daun fern
sebagai rok dan ikat kepala, unik! Gelak tawa dan tepuk tangan kami berikan
dengan riuh kepada empat backpacker Inggris yang berjalan beriringan menggunakan
kardus dibalut kertas hijau, enam piring kertas ditempel di samping bawah,
membentuk bus bertuliskan KIWI. Bods, the bus driver, muncul dengan jubah hijau
dan ikat kepala a la Julius Caesar. Meriah! Kebersamaan sangat terasa di antara
para solo traveller dari berbagai negara yang awalnya
tidak saling mengenal sebelumnya. Lake Mahinapua. Tempat aneh yang membawa kenangan tersendiri bagi kami semua.
![]() |
![]() |
The green backpackers! |
We
travel alone, but we will never be lonely!
a happy face :')
BalasHapusiri iri bahgaia bacanya
Wahhhh seruuuu, emang gak pernah sendirian di negri orang.... Hati Hati Mba Anida
BalasHapus